PERAN BAYTUL HIKMAH DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah : Sejarah
Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dwi Istiyani, M.Ag
Oleh:
Rahmah
Elfirdausiyah 2021113079
Wulandari 2021113102
Ila Fadhila 2021113106
Eni Susilawati 2021113150
Naili Nikmah 2021113153
Kelas : A
PRODI PAI JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Abad
keemasan peradaban muslim dimulai dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah pada
tahun 132 H/750 M. Masa lima abad kekhalifahan Abbasiyah merupakan masa
perkembangannya Islam. Pada Dinasti ini kurang berminat penaklukan sebagaimana
pada Dinasti Ummayah, tetapi pada Dinasti Abbasiyah ini lebih berminat besar
pada pengetahuan dan masalah dalam negeri.
Hal tersebut terlihat pada upaya besar penerjemahan dan menyerap ilmu
pengetahuan dari peradaban lain. Dalam waktu tiga fase pada masa dinasti Abbasiyah buku-buku dalam
bahasa Yunani, Syiria, Sanskerta, Cina dan Persia diterjemahkan kedalam bahasa
Arab. Fase pertama (132 H/750 M – 132 H/847 M), pada khalifah al-Mansyur hingga
Harun al-Rasyid yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang
astronomi. Fase kedua (232 H/847 M – 334 H/ 945 M), pada masa khalifah
al-Makmun buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan
kedokteran. Fase ketiga (334 H/ 945 M – 347 H/ 1005 M), terutama setelah
bidang-bidang ilmu yang telah diterjemahkan semakin meluas, dimulailah untuk
menyaring, menganalisis dan menerima ataupun menolak pengetahuan dari peradaban
lain.
Seiring
dengan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan munculnya karya-karya para
ilmuan dan berkembangnya produksi kertas yang tersebar luas, hal ini memberikan dorongan
besar pada gerakan pengumpulan naskah-naskah. Keadaan ini berlangsung ketika
peradaban muslim dilanda perdebatan, dan buku-buku yang bersangkutan menjadi kunci
utama untuk menyampaikan gagasan. Kebutuhan akan buku menyebabkan merebaknya
perpustakaan diberbagai penjuru dunia Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya baitul
hikmah?
2.
Apa saja peran baitul hikmah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan dan berdirinya Baitul Hikmah pada masa dinasti
Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Baitul Hikmah
Baitul
hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan
ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Al Rasyid institusi ini bernama Khizanah Al Hikmah yang berfungsi
sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Dilaporkan bahwa khalifah Harun Al
Rasyid mengirim utusan ke Raja Leon dan Bizantium untuk
mencari manuskrip-mauskrip Yunani.
Sejak 815 M
Al Ma’mun mengembangkan
lembaga ini dan menjadi Bait Al Hikmah. Pada masa ini Bait Al-Hikmah dipergunakan
secara lebih maju sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, di Bizantium dan bahkan Etiopia dan India. Dibawah kekuasaan
Al Ma’mun, Baitul Al Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan, tetapi
juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika.
Baitul
Hikmah di Baghdad didirikan pada masa Harun Al-Rasyid menjadi khalifah (tahun
170-193 H=786-809 M). Kemudian diteruskan dan diperbesar oleh khalifah
Al-Makmun (tahun 198-218 H). Pada Baitul Hikmah, bukan saja diajarkan ilmu-ilmu alam, kimia, falak, dan
lain-lain yang disebut sekarang ilmu-ilmu pengetahuan, yang biasa diajarkan
pada Fakultas Ulum (The Faculty of Sciences). Maka baitul Hikmah
dapat dikatakan seperti Fakultas ilmu pengetahuan atau institut Ilmu
Pengetahuan.
Oleh
karena guru-guru besar yang memimpin Baitul Hikmah itu adalah ulama yang luar
biasa, maka Baitul Hikmah itu termasyhur ke mana-mana. Guru besar salam dikirim
oleh Makmun ke negeri Yunani untuk menyalin dan menterjemahkan ilmu-ilmu ke
Yunani ke dalam bahasa Arab. Ia adalah satu-satunya ulama yang dapat
menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam Al-Majesthi kitab karangan Bathlimus.
Al-Makmun telah menugaskan kepadanya untuk mensyarah dan menerangkan kesulitan
yang ada dalam kitab itu.
Begitu juga guru besar Al-Khawarizmi, ahli ilmu pasti,
ahli falak dan pencipta ilmu aljabar, adalah guru besar pada Baitul Hikmah dan
pemimpin perpustakaannya. Guru besar Muhammad bin
Musa bin Syakir telah diangkat oleh Aql-Makmun di Baitul Hikmah. Ia seorang
ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falak. Ia mengumpulkan kitab-kitab ilmu
bintang, ilmu ukuir, ilmu berhitung dan ilmu mantiq.
Baitul
Hikmah mempunyai perpustakaan ahli
ilmu ukur, ilmu bintang dan falak. Ia mengumpulkan kitab-kitab ilmu bintang,
ilmu ukur, ilmu berhitung dan ilmu mantiq. Khalifah Harun
Ar-Rasyid mengumpulkan dalam perpustakaan itu kitab-kitab ilmu islam,
kitab-kitab ilmu kedokteran dan ilmu falak yang diterjemahkan dari bahasa asing
ke dalam bahasa Arab.
Pada
mula-mulanya berdirinya Baitul Hikmah Yahya bin Khalid mengusahakan untuk
menterjemahkan bukiu-buku dalam bahasa India. Maka dibawa ke Baitul Hikmah
sekumpulan buku-buku bahasa Persia, lalu Yahya bin Khalid menunjuk orang yang
ahli dalam bahasa Persia dan bahasa Arab. Diantara orang-orang penterjemah itu
Abu Shal Al-Fadl dan Alam Asya’ubi.
Kemudian
Yahya mengutus orang untuk mengundang ulama India yang ahli ke Baghdad. Lalu
ditunjuknya orang yang akan menterjemahkan buku-buku dan buah pikiran ulama
India ke dalam bahasa Arab. Dengan perantaraan ulama India yang diundang oleh
Yahya itu disalinlah buku-buku ilmiyah India ke dalam bahasa Arab.
Harun
Al-Rasyid menyuruh Yuhana bin Masawaih untuk menterjemahkan buku lama yang
diperoleh di Ankara, ‘Amuriah dan diseluruh negeri Rum.
Al-Makmun menyuruh Sahl bin Harun sebagai juru-tulis di
gudang Hikmah (kitab-kitab filsafat) yang dibawa dari pulau Qubrus (Cyprus).
Begitu juga kitab-kitab filsafat yang dibawa dari konstantinopel.
Kemudian Al-Makmun menyuruh supaya diterjemahkan
buku-buku Yunani itu ke dalam bahasa Arab. Di
antara ulama yang termasyhur yang bekerja menterjemahkan buku-buku itu ialah:
1.
Yuhana
bin Masawaih
2.
Hunain
bin Ishak dan anaknya Ishak
3.
Muhammad
bin Musa Khawarazmi
4.
Said
bin Harun
5.
Tsabit
bin Qarrah
6.
Umar
bin Al-Farrakhan
Hunain bin Ishak disuruh
Al-Makmun menyalin buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab dan
memperbaiki terjemahan dahulu yang belum baik, sehingga menjadi terjemahan yang
baik dan tepat. Diantara terjemahan itu sampai sekarang masih ada ialah:
terjemahan kitab Al-Majisthi karangan Bathlimus, satu suku dalam ilmu falak
yang tertua di seluruh dunia.
Pendeknya
Baitul Hikmah adalah perguruan tinggi yang mempunyai perpustakaan umum, bahkan
itulah Universitas Islam yang pertama. Disana berkumpul ulama-ulama dan
pembahas-pembahas juga mahasiswa dari segala penjuru dunia. Dari sana
disebarkan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama, bahasa dan sastra atau
ilmu-ilmu filsafat, kedokteran dan lain-lain.
Di
Baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam
bahasa: bahasa Arab, bahasa Yunani, bahasa Persia, bahasa India dan bahasa
Qibtia.
Di
kota Baghdad didirikan alat peneropong bintang-bintang oleh Makmun. Peneropong
bintang itu berhubungan langsung dengan Baitul Hikmah. Al-Makmun menyuruh ulama
supaya mempelajari kitab Al-Majesthi yang berisi ilmu falak. Dalam kitab itu
ada gambar-gambar alat peneropong bintang.
Pada
masa Al-Makmun, Baitul Hikmah mencapai masa keemasannya hingga ke puncak
ketinggian dan kemuliaannya. Bahkan Baitul Hikmah itu satu-satunya universitas
yang mempunyai guru-guru besar luar biasa dan perpustakaan umum yang berharga,
serta alat peneropong bintang yang tak ada taranya pada zaman pertengahan itu.
Umat
Islam dahulu dapat bangga dengan tegaknya Baitul Hikmah di Baghdad, di pinggir
sungai Dijlah (Tigris), sebelum lahir universitas di Eropa dan di negara-negara
lain. Setelah
wafatnya Al-Makmun maka Baitul
Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah seperti perhatian
Al-Makmun.
B.
Peran Baitul Hikmah
1.
Gerakan Penerjemahan
Pada masa al Ma’mun, perpustakaan ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga
menjadi maju dan terkenal, meskipun ia dalah perpustakaan tetapi memainkan
fungsi pendidikan. Penerjemahan
merupakan salah satu kegiatan pada bait al-hikmah, tetapi nampaknya ia
merupakan kegiatan ilmiah yang paling dominan pada lembaga ini. Di lembaga
inilah buku-buku filsafat dan sains dari berbagai bahasa diterjemahkan.seperti: karya-karya Plato, Aristoteles, Galen, Apolloniusm Archimedes dan lain-lain diterjemahkan dengan baik
oleh hunayn ibn ishaq (809-874
M) dan para penerjemah lainnya.
Gerakan
penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa Khalifah
al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak diterjemhkan
adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung
mulai masa khalifah al-makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak
diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran. Pada fase ketiga
berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas.
Selanjutnya bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
Awalnya penerjemahnya kebanyakan bukanlah dari kalangan orang
islam, tetapi pada periode-periode berikutnya diterjemahkan oleh orang islam
sendiri. Di antara para penerjemah itu adalah dari keluarga Barmak (khurasan),
orang-orang zoroaster (persia), dan para kristen nestoris (syiria) merupakan
tenaga penerjemahan yang digaji oleh al-maknum, termasuk penerjemah lainnya
termasuk juga penerjemah lain seperti Abu Shl Fazhl dan Aln Syuubi, keduanya
berkebangsaan persia, yuhana (john) ibn masuya
(syiria), Qustha bin luqa’ merupakan penerjemah dari golongan atas. Hasil
penerjemah-penerjemahan tersebut selanjutnya dinikmati oleh umat islam terutama
dari kalangan intelektualnya dengan beberapa disiplin yang dinikmatinya.
Dibawah baitul hikmah, bernaung para penerjemah, juru tulis,
pustakawan yang bertugas merawat semua literatur, juru jilid, dan berbagai
macam petugas lainnya.
Umat islam pada saat itu, sebenarnya tidak
hanya melakukan penerjemahan, namun juga memberikan sumbangan pemikiran baru
bagi semua ilmu yang telah mereka terjemahkan dari bahasa asing. Atas sumbangan
pemikiran yang mereka berikan itulah umat islam berhasil memainkan peran amat
penting dalam memperkaya peradaban umat manusia diseluruh dunia. Umat islamlah
yang telah membangunkan ilmu pengetahuan dari keterpurukan masa-masa kegelapan
bangsa lain. Dan mereka pula yang menghembuskan kehidupan baru bagi ilmu-ilmu
tersebut melalui berbagai macam lembaga pendidikan, universitas, dan proyek
penelitian yang dilakukan hingga mencapai daratan eropa. Pada akhirnya, gerakan
penerjemahan ini juga diikui oleh para ilmuan eropa yang menerjemahkan
karya-karya berbahasa arab kedalam bahasa latin. Hal ini kemudian menjadi
pondasi bagi peradaban eropa modern dan menjadi salah satu faktor penting bagi
kebangkitan eropa.
2.
Observatorium
Bait al-Hikmah yang dibangun oleh al-Makmun di Bagdad pada 828 M
dilengkapi dengan observatorium. Disamping perpustakaan, penguasa juga telah
membangun observatorium. Di observatorium
ini sering diadakan kajian- terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.
Al-Makmun memperkerjakan seorang ahli matematika Islam yang brilian, yaitu
Khawarizmi untuk mengamati dan mengadakan studi riset observatorium, khususnya
untuk menyusun kalender.
Observatorium yang dimiliki Baitul Hikmah pada saat itu adalah
Observatorium astronomi yang terbesar didunia. Di dalamnya, para astronom
muslim menjalankan penelitian mereka. Merekalah yang melakukan penelitian
terhadap fenomena gravitasi, menetapkan garis lintang bumi, dan mengukur garis
lingkar bumi.
3.
Institusi pendidikan islam
Bila ditelusuri pada institusi pendidikan Islam, ternyata
ditemukan konsep dasar pendidikan multikultural pada masa kejayaan Islam yaitu
Baitul Hikmah yang dibangun pada tahun 830 M oleh khalifah Al Makmun. Institusi
ini telah mengukir sejarah baru dalam peradaban manusia dimana bangsa barat
sekalipun belum mengenalnya, apa yang disebut dengan konsep multikultural dalam
pendidikan. Dikatakan demikan, karena subjek toleransi, perbedaan etnik
kultural dan agama sudah dikenal dan merupakan hal yang biasa. Konsep demokrasi
dan pluralitas sudah begitu kental dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam
kegiatan pendidikan di instiusi ini. Berikut ini dapat digambarkan dengan jelas
adanya konsep dasar multikultural pada institusi Bait Al Hikmah.
Pertama, nilai-nilai kebebasan berekspresi, keterbukaan, toleransi dan
kesetaraan dapat dijumpai pada proses pengumpulan manuskrip-manuskrip dan
penerjemahan buku-buku sains dari yunani untuk melengkapi institusi pendidikan
bait al hikmah yang didirikan al makmun. Al makmun telah memberikan kebebasan
berekspresi, keterbukaan, dan kesetaraan kepada para sarjana muslim dan non
muslim.
Kedua, perbedaan etnik kultural dan agama bukan halangan
dalam melakukan penerjemahan. Para penerjemah yang memilki perbedaan etnik
kultural dan agama yaitu, Abu Sahl Fazhl Bin Nawbakht, berkebangsaan persia, Alan
Al As-Syu’ubi berkebangsaan persia, Yuhanna (Jhon) Bin Masuya berkebangsaan
syiria, Hunayn Bin Ishaq beragama kristen nestorian dari irah, Qutha Bin Luqa beragama
kristen yacobite, Abu Bisr Matta Ibn Yunus beragama kristen nestorian, Ishak
Bin Hunayn, beragama kristen nestorian dan hubaish juga beragama kristen.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Baitul
Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan
ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Al Rasyid institusi ini bernama Khizanah Al Hikmah yang berfungsi
sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Baitul Hikmah di
Baghdad didirikan pada masa Harun Al-Rasyid menjadi khalifah (tahun 170-193
H=786-809 M). Kemudian diteruskan dan diperbesar oleh khalifah Al-Makmun (tahun
198-218 H).
Di antara ulama yang termasyhur yang bekerja
menterjemahkan buku-buku itu ialah: Yuhana bin Masawaih, Hunain bin Ishak dan
anaknya Ishak, Muhammad bin Musa Khawarazmi, Said bin Harun, Tsabit bin Qarrah
dan Umar bin Al-Farrakhan. Gerakan penerjemahan berlangsung
dalam tiga fase. Fase pertama pada
masa Khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Fase kedua
berlangsung mulai masa khalifah al-makmun hingga tahun 300 H. Pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H.
Di bawah ini adalah peran baitul hikmah yaitu :
1.
Sebagai
perpustakaan
2.
Sebagai
tempat observatorium
3.
Sebagai
institusi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA