Senin, 06 Juni 2016

KONSEP PENDIDIKIAN ISLAM MENURUT SUNAN KALIJAGA DALAM TEMBANG ILIR-ILIR



KONSEP PENDIDIKIAN ISLAM MENURUT SUNAN KALIJAGA
DALAM TEMBANG ILIR-ILIR
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas:
               Mata Kuliah                           : Studi Tokoh Pendidikan Islam



Dosen Pengampu                    : Failasuf Fadli, M.S.I

Oleh:
Naili Nikmah             2021113153

Kelas : F

PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2016

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan makalah studi tokoh pendidikan islam dengan judul " Konsep Pendidikian Islam Menurut Sunan Kalijaga Dalam Tembang Ilir-Ilir" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin penulis upayakan dan di dukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penulis sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan penulis dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.


Pekalongan, 24 Mei 2016


Penulis




 BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Islam sebagai agama yang mengandung konsep-konsep, wawasan-wawasan, dan ide-ide dasar yang memberi inspirasi terhadap pemikiran umat manusia sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan.
Islam adalah agama yang memberikan dorongan yang begitu besar terhadap pendidikan yang mengajarkan kepada manusia mengenai berbagai kehidupan baik duniawi ataupun ukhrawi. Salah satu ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan.
Penyebaran Islam di nusantara, khususnya di tanah Jawa tidak terlepas dari Wali Sanga,  karena Wali Sangalah yang mempelopori dakwah Islam di bumi Jawa. Wali Sanga dianggap sebagai tokoh-tokoh sejarah kharismatik yang membumikan Islam di tanah Jawa yang sebelumnya berkembang bersama tradisi Hindu-Budha.
Salah satu tokoh wali Sanga yang termasyhur adalah Sunan Kalijaga. karena dalam berdakwah beliau amat pandai menyesuaikan diri dengan keadaan. beliau berusaha mengawinkan adat istiadat Jawa dengan kebudayan Islam, dan menjadikannya media untuk meluaskan syiar Islam.
Salah satu media yang beliau gunakan dalam menyampaikan dakwahnya adalah melalui tembang (lagu). Lewat lagu dan tembang inilah Sunan Kalijaga mentransfer nilai-nilai pendidikan Islam kepada masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Salah satu tembang yang dipakai Sunan Kalijaga yang mengandung nilai pendidikan Islam sekaligus sebagai media dakwah adalah tembang ilir-ilir. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang konsep pendidikan Islam menurut Sunan Kalijaga dalam tembang ilir-ilir.

Selasa, 12 April 2016

Prinsip dan Alat Evaluasi



PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Karena pendidikan merupakan pilar bangsa, maka kemajuan suatu bangsa akan sangat tergantung dari proses dan sistem yang ada.
Untuk mengetahui seberapa majunya sistem pendidikan maka diperlukan suatu evaluasi berkenaan dengan proses pendidikan yang sudah dilaksanakan. Proses evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran bersifat kuantitatif sedangkan penilaian bersifat kualitatif. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Keputusan dan pendapat akan dipengaruhi oleh kesan pribadi dari yang membuat keputusan.

Negara dan Permasalahannya

NEGARA

Tugas Individu
Disusun guna memenuhi tugas:
Dosen pengampu        : Drs. M Mujiyanto, M.Pd



Mata kuliah                 : Pendidikan Kewarganegaraan


Oleh :
Naili Nikmah                               2021113153

Kelas E
PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN )
PEKALONGAN
2016

1.        Konsep Dasar tentang Negara
a.       Pengertian Negara
Negara berasal dari kata staat, state, etat diambil dari bahasa latin stats atau statum, yang berarti keadaan yang tetap dan tegak atau sesuatu yang memiliki sifat tetap dan tegak. Secara termonologi maka negara dapat diartikan bahwa organisasi tertinggi diantara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Menurut roger h. Soltau bahwa negara didefinisikan alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat.
Menurut harol j. Laski dan max weber bahwa negara suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan fisik yang sah dalam suatu wilayah.[1]

Sejarah Pendidikan di Pattani Thailand



SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
DI PATTANI THAILAND

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas:



Mata Kuliah                   : Sejarah Pendidikan Islam 
Dosen Pengampu           : Dwi Istiyani, M.Ag

Oleh:
Naili Nikmah                           2021113153
Kelas : A
PRODI PAI JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2016



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Thailand (Muangthai) adalah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan termasuk anggota Association South East Asian Nations (ASEAN). Pemerintahnya berbentuk kerajaan yang terdiri 76 propinsi dengan jumlah penduduk 57 juta jiwa. Waliyah Thailand bagian Selatan banyak dihuni oleh umat Islam. Jumlah mereka adalah 2,3 juta atau sekitar 4% dari seluruh penduduk Thailand. Wilayah yang banyak dihuni umat Islam ini meliputi Pattani, Yala, Narathiwat, dan Satun. Mereka mempunyai budaya sendiri jika dibandingkan dengan penduduk Thailand di wilayah lain yang moyoritas beragama Budha.
Thailand merupakan sebuah negara yang mayoritas penduduknya beragama budha. Namun demikian, dunia Islam sudah lama mengenal adanya kelompok muslim Pattani yang berada di wilayah Thailand Selatan. Pada abad ke-16, Pattani dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam penting didunia Melayu dan menjadi salah satu pusat perdagangan terpenting.
Perkembangan islam di Thailand juga mempengaruhi perkembangan pendidikannya. Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan membahas perkembangan pendidikan islam di Pattani Thailand.

Senin, 21 Maret 2016

PERAN BAITUL HIKMAH


PERAN BAYTUL HIKMAH DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas:






Mata Kuliah                        : Sejarah Pendidikan Islam
 Dosen Pengampu               : Dwi Istiyani, M.Ag
Oleh:

Rahmah Elfirdausiyah            2021113079
Wulandari                               2021113102
Ila Fadhila                               2021113106
Eni Susilawati                         2021113150
Naili Nikmah                           2021113153

Kelas : A
PRODI PAI JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Abad keemasan peradaban muslim dimulai dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. Masa lima abad kekhalifahan Abbasiyah merupakan masa perkembangannya Islam. Pada Dinasti ini kurang berminat penaklukan sebagaimana pada Dinasti Ummayah, tetapi pada Dinasti Abbasiyah ini lebih berminat besar pada pengetahuan dan masalah dalam negeri.  Hal tersebut terlihat pada upaya besar penerjemahan dan menyerap ilmu pengetahuan dari peradaban lain. Dalam waktu tiga fase   pada masa dinasti Abbasiyah buku-buku dalam bahasa Yunani, Syiria, Sanskerta, Cina dan Persia diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Fase pertama (132 H/750 M – 132 H/847 M), pada khalifah al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi. Fase kedua (232 H/847 M – 334 H/ 945 M), pada masa khalifah al-Makmun buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga (334 H/ 945 M – 347 H/ 1005 M), terutama setelah bidang-bidang ilmu yang telah diterjemahkan semakin meluas, dimulailah untuk menyaring, menganalisis dan menerima ataupun menolak pengetahuan dari peradaban lain.
Seiring dengan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan munculnya karya-karya para ilmuan dan berkembangnya produksi kertas yang tersebar luas, hal ini memberikan dorongan besar pada gerakan pengumpulan naskah-naskah. Keadaan ini berlangsung ketika peradaban muslim dilanda perdebatan, dan buku-buku yang bersangkutan menjadi kunci utama untuk menyampaikan gagasan. Kebutuhan akan buku menyebabkan merebaknya perpustakaan diberbagai penjuru dunia Islam.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah berdirinya baitul hikmah?
2.         Apa saja peran baitul hikmah dalam pengembangan ilmu pengetahuan?
C.      Tujuan
Untuk mengetahui sejarah perkembangan dan berdirinya Baitul Hikmah pada masa dinasti Abbasiyah.


             
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Baitul Hikmah
Baitul hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Al Rasyid institusi ini bernama Khizanah Al Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Dilaporkan bahwa khalifah Harun Al Rasyid mengirim utusan ke Raja Leon dan Bizantium untuk mencari manuskrip-mauskrip Yunani. Sejak 815 M Al Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan menjadi Bait Al Hikmah. Pada masa ini Bait Al-Hikmah dipergunakan secara lebih maju sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, di Bizantium dan bahkan Etiopia dan India. Dibawah kekuasaan Al Ma’mun, Baitul Al Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika.[1]
Baitul Hikmah di Baghdad didirikan pada masa Harun Al-Rasyid menjadi khalifah (tahun 170-193 H=786-809 M). Kemudian diteruskan dan diperbesar oleh khalifah Al-Makmun (tahun 198-218 H). Pada Baitul Hikmah, bukan saja diajarkan ilmu-ilmu alam, kimia, falak, dan lain-lain yang disebut sekarang ilmu-ilmu pengetahuan, yang biasa diajarkan pada Fakultas Ulum (The Faculty of Sciences). Maka baitul Hikmah dapat dikatakan seperti Fakultas ilmu pengetahuan atau institut Ilmu Pengetahuan.
Oleh karena guru-guru besar yang memimpin Baitul Hikmah itu adalah ulama yang luar biasa, maka Baitul Hikmah itu termasyhur ke mana-mana. Guru besar salam dikirim oleh Makmun ke negeri Yunani untuk menyalin dan menterjemahkan ilmu-ilmu ke Yunani ke dalam bahasa Arab. Ia adalah satu-satunya ulama yang dapat menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam Al-Majesthi kitab karangan Bathlimus. Al-Makmun telah menugaskan kepadanya untuk mensyarah dan menerangkan kesulitan yang ada dalam kitab itu.
Begitu juga guru besar Al-Khawarizmi, ahli ilmu pasti, ahli falak dan pencipta ilmu aljabar, adalah guru besar pada Baitul Hikmah dan pemimpin perpustakaannya. Guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir telah diangkat oleh Aql-Makmun di Baitul Hikmah. Ia seorang ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falak. Ia mengumpulkan kitab-kitab ilmu bintang, ilmu ukuir, ilmu berhitung dan ilmu mantiq.
Baitul Hikmah mempunyai perpustakaan ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falak. Ia mengumpulkan kitab-kitab ilmu bintang, ilmu ukur, ilmu berhitung dan ilmu mantiq. Khalifah Harun Ar-Rasyid mengumpulkan dalam perpustakaan itu kitab-kitab ilmu islam, kitab-kitab ilmu kedokteran dan ilmu falak yang diterjemahkan dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab.
Pada mula-mulanya berdirinya Baitul Hikmah Yahya bin Khalid mengusahakan untuk menterjemahkan bukiu-buku dalam bahasa India. Maka dibawa ke Baitul Hikmah sekumpulan buku-buku bahasa Persia, lalu Yahya bin Khalid menunjuk orang yang ahli dalam bahasa Persia dan bahasa Arab. Diantara orang-orang penterjemah itu Abu Shal Al-Fadl dan Alam Asya’ubi.
Kemudian Yahya mengutus orang untuk mengundang ulama India yang ahli ke Baghdad. Lalu ditunjuknya orang yang akan menterjemahkan buku-buku dan buah pikiran ulama India ke dalam bahasa Arab. Dengan perantaraan ulama India yang diundang oleh Yahya itu disalinlah buku-buku ilmiyah India ke dalam bahasa Arab.[2]
Harun Al-Rasyid menyuruh Yuhana bin Masawaih untuk menterjemahkan buku lama yang diperoleh di Ankara, ‘Amuriah dan diseluruh negeri Rum.
Al-Makmun menyuruh Sahl bin Harun sebagai juru-tulis di gudang Hikmah (kitab-kitab filsafat) yang dibawa dari pulau Qubrus (Cyprus). Begitu juga kitab-kitab filsafat yang dibawa dari konstantinopel.
Kemudian Al-Makmun menyuruh supaya diterjemahkan buku-buku Yunani itu ke dalam bahasa Arab. Di antara ulama yang termasyhur yang bekerja menterjemahkan buku-buku itu ialah:
1.         Yuhana bin Masawaih
2.         Hunain bin Ishak dan anaknya Ishak
3.         Muhammad bin Musa Khawarazmi
4.         Said bin Harun
5.         Tsabit bin Qarrah
6.         Umar bin Al-Farrakhan
Hunain bin Ishak disuruh Al-Makmun menyalin buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab dan memperbaiki terjemahan dahulu yang belum baik, sehingga menjadi terjemahan yang baik dan tepat. Diantara terjemahan itu sampai sekarang masih ada ialah: terjemahan kitab Al-Majisthi karangan Bathlimus, satu suku dalam ilmu falak yang tertua di seluruh dunia.
Pendeknya Baitul Hikmah adalah perguruan tinggi yang mempunyai perpustakaan umum, bahkan itulah Universitas Islam yang pertama. Disana berkumpul ulama-ulama dan pembahas-pembahas juga mahasiswa dari segala penjuru dunia. Dari sana disebarkan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama, bahasa dan sastra atau ilmu-ilmu filsafat, kedokteran dan lain-lain.
Di Baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam bahasa: bahasa Arab, bahasa Yunani, bahasa Persia, bahasa India dan bahasa Qibtia.
Di kota Baghdad didirikan alat peneropong bintang-bintang oleh Makmun. Peneropong bintang itu berhubungan langsung dengan Baitul Hikmah. Al-Makmun menyuruh ulama supaya mempelajari kitab Al-Majesthi yang berisi ilmu falak. Dalam kitab itu ada gambar-gambar alat peneropong bintang.
Pada masa Al-Makmun, Baitul Hikmah mencapai masa keemasannya hingga ke puncak ketinggian dan kemuliaannya. Bahkan Baitul Hikmah itu satu-satunya universitas yang mempunyai guru-guru besar luar biasa dan perpustakaan umum yang berharga, serta alat peneropong bintang yang tak ada taranya pada zaman pertengahan itu.
Umat Islam dahulu dapat bangga dengan tegaknya Baitul Hikmah di Baghdad, di pinggir sungai Dijlah (Tigris), sebelum lahir universitas di Eropa dan di negara-negara lain. Setelah wafatnya Al-Makmun maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah seperti perhatian Al-Makmun.[3]

B.       Peran Baitul Hikmah
1.    Gerakan Penerjemahan
Pada masa al Ma’mun, perpustakaan ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi maju dan terkenal, meskipun ia dalah perpustakaan tetapi memainkan fungsi pendidikan. Penerjemahan merupakan salah satu kegiatan pada bait al-hikmah, tetapi nampaknya ia merupakan kegiatan ilmiah yang paling dominan pada lembaga ini. Di lembaga inilah buku-buku filsafat dan sains dari berbagai bahasa diterjemahkan.seperti: karya-karya Plato, Aristoteles, Galen, Apolloniusm Archimedes dan lain-lain diterjemahkan dengan baik oleh hunayn ibn ishaq (809-874 M) dan para penerjemah lainnya.
Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa Khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak diterjemhkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran. Pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[4]
Awalnya penerjemahnya kebanyakan bukanlah dari kalangan orang islam, tetapi pada periode-periode berikutnya diterjemahkan oleh orang islam sendiri. Di antara para penerjemah itu adalah dari keluarga Barmak (khurasan), orang-orang zoroaster (persia), dan para kristen nestoris (syiria) merupakan tenaga penerjemahan yang digaji oleh al-maknum, termasuk penerjemah lainnya termasuk juga penerjemah lain seperti Abu Shl Fazhl dan Aln Syuubi, keduanya berkebangsaan persia, yuhana (john) ibn masuya (syiria), Qustha bin luqa’ merupakan penerjemah dari golongan atas. Hasil penerjemah-penerjemahan tersebut selanjutnya dinikmati oleh umat islam terutama dari kalangan intelektualnya dengan beberapa disiplin yang dinikmatinya.[5]
Dibawah baitul hikmah, bernaung para penerjemah, juru tulis, pustakawan yang bertugas merawat semua literatur, juru jilid, dan berbagai macam petugas lainnya.[6]
Umat islam pada saat itu, sebenarnya tidak hanya melakukan penerjemahan, namun juga memberikan sumbangan pemikiran baru bagi semua ilmu yang telah mereka terjemahkan dari bahasa asing. Atas sumbangan pemikiran yang mereka berikan itulah umat islam berhasil memainkan peran amat penting dalam memperkaya peradaban umat manusia diseluruh dunia. Umat islamlah yang telah membangunkan ilmu pengetahuan dari keterpurukan masa-masa kegelapan bangsa lain. Dan mereka pula yang menghembuskan kehidupan baru bagi ilmu-ilmu tersebut melalui berbagai macam lembaga pendidikan, universitas, dan proyek penelitian yang dilakukan hingga mencapai daratan eropa. Pada akhirnya, gerakan penerjemahan ini juga diikui oleh para ilmuan eropa yang menerjemahkan karya-karya berbahasa arab kedalam bahasa latin. Hal ini kemudian menjadi pondasi bagi peradaban eropa modern dan menjadi salah satu faktor penting bagi kebangkitan eropa.[7]
2.    Observatorium
Bait al-Hikmah yang dibangun oleh al-Makmun di Bagdad pada 828 M dilengkapi dengan observatorium. Disamping perpustakaan, penguasa juga telah membangun observatorium. Di observatorium ini sering diadakan kajian- terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Al-Makmun memperkerjakan seorang ahli matematika Islam yang brilian, yaitu Khawarizmi untuk mengamati dan mengadakan studi riset observatorium, khususnya untuk menyusun kalender.[8]
Observatorium yang dimiliki Baitul Hikmah pada saat itu adalah Observatorium astronomi yang terbesar didunia. Di dalamnya, para astronom muslim menjalankan penelitian mereka. Merekalah yang melakukan penelitian terhadap fenomena gravitasi, menetapkan garis lintang bumi, dan mengukur garis lingkar bumi.[9]
3.    Institusi pendidikan islam
Bila ditelusuri pada institusi pendidikan Islam, ternyata ditemukan konsep dasar pendidikan multikultural pada masa kejayaan Islam yaitu Baitul Hikmah yang dibangun pada tahun 830 M oleh khalifah Al Makmun. Institusi ini telah mengukir sejarah baru dalam peradaban manusia dimana bangsa barat sekalipun belum mengenalnya, apa yang disebut dengan konsep multikultural dalam pendidikan. Dikatakan demikan, karena subjek toleransi, perbedaan etnik kultural dan agama sudah dikenal dan merupakan hal yang biasa. Konsep demokrasi dan pluralitas sudah begitu kental dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam kegiatan pendidikan di instiusi ini. Berikut ini dapat digambarkan dengan jelas adanya konsep dasar multikultural pada institusi Bait Al Hikmah.
Pertama, nilai-nilai kebebasan  berekspresi, keterbukaan, toleransi dan kesetaraan dapat dijumpai pada proses pengumpulan manuskrip-manuskrip dan penerjemahan buku-buku sains dari yunani untuk melengkapi institusi pendidikan bait al hikmah yang didirikan al makmun. Al makmun telah memberikan kebebasan berekspresi, keterbukaan, dan kesetaraan kepada para sarjana muslim dan non muslim.
Kedua, perbedaan etnik kultural dan agama bukan halangan dalam melakukan penerjemahan. Para penerjemah yang memilki perbedaan etnik kultural dan agama yaitu, Abu Sahl Fazhl Bin Nawbakht, berkebangsaan persia, Alan Al As-Syu’ubi berkebangsaan persia, Yuhanna (Jhon) Bin Masuya berkebangsaan syiria, Hunayn Bin Ishaq beragama kristen nestorian dari irah, Qutha Bin Luqa beragama kristen yacobite, Abu Bisr Matta Ibn Yunus beragama kristen nestorian, Ishak Bin Hunayn, beragama kristen nestorian dan hubaish juga beragama kristen.[10]









BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Al Rasyid institusi ini bernama Khizanah Al Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Baitul Hikmah di Baghdad didirikan pada masa Harun Al-Rasyid menjadi khalifah (tahun 170-193 H=786-809 M). Kemudian diteruskan dan diperbesar oleh khalifah Al-Makmun (tahun 198-218 H).
Di antara ulama yang termasyhur yang bekerja menterjemahkan buku-buku itu ialah: Yuhana bin Masawaih, Hunain bin Ishak dan anaknya Ishak, Muhammad bin Musa Khawarazmi, Said bin Harun, Tsabit bin Qarrah dan Umar bin Al-Farrakhan. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa Khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-makmun hingga tahun 300 H. Pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H.
Di bawah ini adalah peran baitul hikmah yaitu :
1.      Sebagai perpustakaan
2.      Sebagai tempat observatorium
3.      Sebagai institusi pendidikan









DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Asrahah,  Hanun. 1999.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Engku, Iskandar. 2014. Sejarah Pendidikan Islami. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. DEPOK : Teras
Shafwan, Muhammad  Hambal.2014. Intisari Sejarah Pendidikan Islam. Solo : Pustaka Arafah
Suwito et. al. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya