PRINSIP DAN ALAT EVALUASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Karena pendidikan merupakan pilar
bangsa, maka kemajuan suatu bangsa akan sangat tergantung dari proses dan
sistem yang ada.
Untuk mengetahui seberapa majunya sistem pendidikan maka diperlukan
suatu evaluasi berkenaan dengan proses pendidikan yang sudah dilaksanakan. Proses
evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran bersifat kuantitatif
sedangkan penilaian bersifat kualitatif. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur
sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
Keputusan dan pendapat akan dipengaruhi oleh kesan pribadi dari yang membuat
keputusan.
Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang
diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan
tidak biasa. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang
kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru
merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang
baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Oleh karena itu, penulis membahas dalam makalah ini mengenai prinsip dan alat
evaluasi.
B.
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam makalah
ini, yaitu :
1. Apa prinsip-prinsip evaluasi ?
2. Apa saja
alat atau teknik evaluasi ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-Prinsip Evaluasi
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu
adanya tringulasi atau hubungan erat
tiga komponen, yaitu:
a.
tujuan pembelajaran
b.
kegiatan
pembelajaran atau KBM, dan
c.
evaluasi
Tringulasi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a.
hubungan
antara tujuan dan KBM
kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu
pada tujuan yangn hendak dicapai.
b.
Hubungan
antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh
manatujuan sudah dicapa.
c.
Hubungan
antara KBM dengan Evaluasi
Selain mengaju pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau
disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal jika kegiatan belajar
mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada
keterampila,nevaluasinya jugaharus
mengukurtingkat keterampilan siswa
bukannya aspekpengetahuan.[1]
Selain hal diatas, evaluasi hasil
belajar dapat dikatakan terlaksana denganbaik apabila dalam pelaksanaannya
senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut:
1.
Prinsip
Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip
menyeluruh juga dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Dengan prinsip
komprehensif dimaksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana
denganbaik apabila evaluasi dilaksanakan
secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Harus diingat bahwa evaluasi hasil
belajar itu tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah, melainkan harus
dilakukan secara menyeluruh. Dengan kata lain, evaluasi hasil belajar nharus
dapat mencapai bebagai aspek yang menggambarkan perkembangan atau perubahan
tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup. Dalam
hubungan ini, evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses
berpikir juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya, yaitu aspek nilai atau
sikap dan aspek keterampilan yang melekat pada diri masing-masing individu
peserta didik.
Dengan melakukan evaluasi hasil
belajar secaara bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh bahan-bahan keterangan
dan informasi yang lengkap mengenai keadaaan dan perkembangan subyek didik yang
sedang dijadikan sasaran evaluasi’
2.
Prinsip
Kesinambungan
Prinsip kesinambungan juga disebut
dengan istilah prinsip kontiunuitas. Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan
disinii bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar
yang dilaksanakan secarateratur dan sambung menyambung dari waktu kewaktu.
Dengan evaluasi hasil hasil belajar
yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal itu maka dimungkinkan
bagi evaluator untuk memperoleh informasi
yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan
peserta didik, sejak dari awalmula mengikuti program pendidikan sampai pada
saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh itu.
Evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan secara berkesinambungan itu juga dimaksudkan agar pihak evaluator
dapat memperoleh kepastian daan
kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya, agar tujuan pengajaran
sebagaimana telah dirumuskan pada tujuan instruksional khusus dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya.
3.
Prinsip
obyektivitas
Prinsip obyektifitas mengandung
makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik
apabila dapat terlepas dari factor-faktor
yang sifatnya subyektif.
Sehubungan dengan itu, dalam
pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang evaluator harus senantiasa berpikir
dan bertindak wajar, menurut keadaan senyatanya tidak dicampuri oleh
kepentingan-kepentingan yang bersifat subyektif.[2]
Kemudian menurut Haryanto
prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut:
1.
Keterpaduan
Evaluasi merupakan komponen integral
dalam program pengajaran di samping tujuan instruksional, materi serta metode
pengajaran yang merupakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan.
Karena itu, perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu menyusun
satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis dengan tujuan
instruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan.
2.
Keterlibatan
Siswa
Prinsip ini berkaitan erat dengan
metode belajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang menuntut keterlibatan siswa
secara aktif, siswa mutlak. Untuk dapat mengetahui sejauh manan siswa berhasil
dalam kegiatan belajar-mengajar yang dijalaninya secara aktif siswa membutuhkan
evaluasi. Dengan demikian, evaluasi bagi siswa merupakan kebutuhan, bukan
sesuatu yang ingin dihindari. Penyajian evaluasi merupakan upaya guru untuk
memenuhi kebutuhan siswa akan informasi mengenai kemajuannya dalam program
belajar-mengajar. Siswa akan merasa kecewa apabila usahanya tidak di evaluasi.
3.
Koherensi
Dengan prinsip koherensi dimaksudkan
evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah disajikan dan sesuai
dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.
4.
Pedagogis
Di samping sebagai alat penilai
hasil atau pencapaian belajar, evaluasi juga perlu diterapkan sebagai upaya
perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pedagogis.
5.
Akuntabilitas
Sejauh mana keberhasilan program
pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan
pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability).[3]
B.
Alat-Alat Evaluasi
Dalam pengertian umum alat adalah sesuatu yang dapat digunakan
untuk mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan
secara lebih efektif dan efisien. Kata alat bisa disebut juga dengan istilah
instrument. Dengan demikian alat evaluasi juga disebut dengan instrumen evaluasi.
Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau
teknik, maka dikenal dengan teknik evaluasi. Dalam konteks evaluasi hasil
proses pembelajaran disekolah dikenal adanya dua macam teknik yaitu teknik tes
dan nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil proses pembelajaran di
sekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan
teknik nontes maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik.[4]
1.
Teknik Nontes
Dengan teknik nontes maka evaluasi
hasil belajar peserta didik dilakukan tanpa menguji peserta didik, melainkan
dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis (observation),
melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire) dan
memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen(documentary analysis). Kemudian menurut
suharsimi arikunto, teknik nontes itu ada 6 yaitu skala bertingkat, kuesioner,
daftar cocok, waawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
Teknik nontes ini
pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil
belajar peserta didik dari segi ranah
sikap hidup dan ranah keterampilan.
a.
Angket
(kuesioner)
Angket
(kuesioner) adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang
akan diukur (responden). Dengan angket, orang dapat diketahui tentang
keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap, atau pendapatnya dan
lain-lain.
Tentang
macam angket, dapat ditinjau dari beberapa segi.
a.)
Dari
segi siapa yang menjawab ada dua yaitu angket langsung dan tidak langsung.
Angket lansung adalah angket yang dikirimkan dan diidi langsung oleh responden.
Sedangkan angket tidak langsung adalah angket yang dikirimkan dan diisi bukan
oleh responden. Angket tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari
informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga, dan sebagainya.
b.)
Dari
segi cara menjawab ada dua yaitu angket tertutup dan terbuka. Angket tertutup
disusun dengan menyediakan pilihan jawaban yang lengkap sehingga responden
hanya tinggal member tanda pada jawaban yang dipilih. Sedangkan angket terbuka
adalah angket yang disusun sedemikian rupa sehingga responden bebas
mengemukakan pendapatnya. Angket terbuka disusun apabila jenis jawaban akan
beraneka ragam.
b.
Wawancara
Wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
dan tujuan yang telah ditentukan. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini
responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Ada
dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.)
Wawancara
bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya,
tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
b.)
Wawancara
terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.dalam hal
ini responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh penanya.
c.
Pengamatan
(observasi)
Observasi
adalah caara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak
digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya sesuatu
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan.[5]
Ada
3 macam observasi yaitu:
a.)
observasi
partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, dalam hal ini pengamat
memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Observasi
partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-betul mengikuti kegiatan
kelompok, bukan hanya pura-pura. Dengan demikian ia dapat menghayati dan
merasakan seperti apa yang dirasakan orang-orang dalam kelompok yang diamati.
b.)
Observasi
sitematik yaitu observasi Diana faktor-faktor yang diamatisudah didaftar secara
sistematis dan sudah ditaur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi
partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada diluar kelompok.
Dengan demikian,pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang dilingkungi
dirinya.
c.)
Observasi
eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam
hal ini,ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa
sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.[6]
d.
Pemeriksaan
dokumen
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan peserta
didik tanpa menguji juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan
pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya dokumen memuat informasi
mengenai riwayat hidup (autobiografi).[7]
2.
Teknik Tes
a.
Pengertian Tes
Secara harfiah kata “tes” berasal dari bahasa Perancis kuno: testum
dengan arti: “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan
menggunakan alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jens logam mulia
yamg nilainya sangat tinggi) dalam bahasa inggris ditulis dengan test yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “tes”,”ujian” atau “percobaan”.
Dalam bahasa arab: Imtihaan.
Adapun dari segi istilah, menurut Anne Anastasi dalam karya
tulisnya berjudul Psichological Testing, yang dimaksud dengan tes adalah
alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif sehingga dapat digunakan
secara meluas, serta dapat betul-betul dignakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Adapun menurut Lee J.
Cronbach dalam bukunya yang berjudul Essential of Psychological Testing, tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua
orang atau lebih. Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau
serangkaian tugas yang diberikan kepada individu, dengan maksud untuk
membandingkan kecakapan mereka, satu dengan yang lain.[8]
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk
suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau
sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilaitentang tingkah laku atau
prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh
anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.
Apabila definisi kita analisa, maka akan kita temukan unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
Bahwa
tes itu berbentuk suatu tugas yang terdiri dari suatu pertanyaan-pertanyaan
atau perintah-perintah.
b.
Bahwa
tes itu diberikan kepada seorang anak atau sekelompok anak untuk dikerjakan.
c.
Bahwa
respon anak atau kelompok anak tersebut dinilai.[9]
b.
Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a)
Sebagai
alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik
setelah mereka menempuhproses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b)
Sebagai
alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan
dapat diketahui tes tersebut akan dapat diketahui seberapa jauh program
pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.[10]
c.
Penggolongan Tes
Berdasarkan atas jumlah peserta atau pengikut tes maaka tes hasil
belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
1.
Test
individual, yaitu suatu tes dimana pada saat tes itu diberikan kita hanya
menghadapi satu orang anak.
2.
Test
kelompok, yaitu dimana pada saat tes itu diberikan, kita menghadapi sekelompok
anak.[11]
Berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik.
1.
Tes
Seleksi (al-Imtihan al-Itikhabiy)
Tes seleksi dengan istilah ujian ringan atau “ujian masuk”. Tes ini
dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes
digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari
sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2.
Tes
Awal (al-Imtihan al-Mabda’iy)
Tes awal sering dikenal dengan istilah pre test. Tes jenis
ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manaka materi atau bahan
pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik.
Karena itu maka butir-butor soalnya dibuat yang mudah-mudah.
3.
Tes
Akhir (al-Imtihan al-Niha’iy)
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post test, tes akhir
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang
tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta
didik.
4.
Tes
Diagnostik (al-Imtihan al-Fahshiy)
Tes diagnostik (diagnostic test) adalah tes yang dilaksanakn
untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik
dalam saat mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran
yang dihadapi oleh peserta didik maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya
berupa pengobatan (theraphy) yang tepat. Tes diagnostik ini bertujuan
ingin menemukan jawaban atas pertanyaan “Apakah peserta didik sudah dapat
menguasai pengetahuanyang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima
pengetahuan selanjutnya?”
5.
Tes
Formatif (al-Imtihan al-Yaumiy)
Tes formatif (formative test) adalah tes hasil belajar yang
bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik “telah
terbentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Perlu
diketahui bahwa istilah “formatif” itu berasal dari kata form yang berarti
“bentuk”.
6.
Tes
Sumatif (al-Imtihan al-Nisf al-Sanawiy)
Tes
sumatif (Sumative Test) adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan
setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Di Sekolah, tes
ini dikemas dengan istilah “Ulangan Umum” atau “EBTA” (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir), dimana hasilnya digunakan untuk mengisi nilai rapor atau ijazah (STTB).
Tes sumatif ini pada umumnya disusun atas dasar mata pelajaran yang telah
diberikan selama satu catur wulan atau satu semester. Dengan demikian materi
tes sumatif itu jauh lebih banyak ketimbang materi tes formatif.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu
adanya tringulasi atau hubungan erat
tiga komponen, yaitu:
a.
tujuan pembelajaran
b.
kegiatan
pembelajaran atau KBM, dan
c.
evaluasi
Selanjutnya, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk
mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara
lebih efektif dan efisien. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator
menggunakan cara atau teknik, maka dikenal dengan teknik evaluasi. Dalam
konteks evaluasi hasil proses pembelajaran disekolah dikenal adanya dua macam
teknik yaitu teknik tes dan nontes.
Ada beberapa teknik non tes yaitu observasi, wawancara, angket, dan
pemeriksaan dokumen. Sedangkan yang termasuk teknik tes adalah tes seleksi, tes
awal, tes akhir, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.
B.
Saran
Bagi mahasiswa pendidikan, mempelajari Evaluasi Pendidikan adalah
hal penting karena hal ini nantinya akan
membantu mereka dalam mengevaluasi siswanya kelak. Dan untuk mendapat penilaian
yang sesuai, para calon guru ini harus mengetahui prinsip-prinsip evaluasi dan
alat yang digunakan dalam mengevaluasi siswanya. Agar dalam penilaian
didapatkan nilai yang akurat dan sesuai yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar