KONSEP PENDIDIKIAN ISLAM MENURUT SUNAN KALIJAGA
DALAM TEMBANG ILIR-ILIR
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah : Studi Tokoh Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Failasuf Fadli, M.S.I
Oleh:
Naili Nikmah 2021113153
Kelas : F
PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan makalah studi tokoh pendidikan
islam dengan judul " Konsep
Pendidikian Islam Menurut Sunan Kalijaga Dalam Tembang Ilir-Ilir" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah
semaksimal mungkin penulis upayakan dan di dukung bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari
semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik
dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penulis sangat
mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan
besar keinginan penulis dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Pekalongan, 24 Mei 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
sebagai agama yang mengandung konsep-konsep, wawasan-wawasan, dan ide-ide dasar
yang memberi inspirasi terhadap pemikiran umat manusia sekaligus sebagai sistem
peradaban mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan.
Islam adalah
agama yang memberikan dorongan yang begitu besar terhadap pendidikan yang
mengajarkan kepada manusia mengenai berbagai kehidupan baik duniawi ataupun
ukhrawi. Salah satu ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada manusia
untuk melaksanakan pendidikan.
Penyebaran Islam
di nusantara, khususnya di tanah Jawa tidak terlepas dari Wali Sanga, karena Wali Sangalah yang mempelopori dakwah Islam
di bumi Jawa. Wali Sanga dianggap sebagai tokoh-tokoh sejarah kharismatik yang
membumikan Islam di tanah Jawa yang sebelumnya berkembang bersama tradisi
Hindu-Budha.
Salah satu
tokoh wali Sanga yang termasyhur adalah Sunan Kalijaga. karena dalam berdakwah
beliau amat pandai menyesuaikan diri dengan keadaan. beliau berusaha
mengawinkan adat istiadat Jawa dengan kebudayan Islam, dan menjadikannya media
untuk meluaskan syiar Islam.
Salah satu
media yang beliau gunakan dalam menyampaikan dakwahnya adalah melalui tembang
(lagu). Lewat lagu dan tembang inilah Sunan Kalijaga mentransfer nilai-nilai
pendidikan Islam kepada masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Salah satu
tembang yang dipakai Sunan Kalijaga yang mengandung nilai pendidikan Islam
sekaligus sebagai media dakwah adalah tembang ilir-ilir. Oleh karena
itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang konsep pendidikan Islam
menurut Sunan Kalijaga dalam tembang ilir-ilir.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah di kemukaakan di atas, maka dapat di susun rumusan
masalah sebagai berikut?
1.
Bagaimana biografi dan gelora dakwah
Sunan Kalijaga?
2.
Bagaimana konsep pendidikan islam
menurut Sunan Kalijaga dalam tembang ilir-ilir?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui biografi dan gelora
dakwah Sunan Kalijaga.
2.
Untuk mendeskripsikan konsep
pendidikan islam menurut Sunan Kalijaga dalam tembang ilir-ilir.
D.
Penegasan Istilah
1.
Konsep Pendidikan Islam
Konsep dalam
kamus bahasa Indonesia diartikan 1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; 2) ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; 3) gambaran mental
dari objek, proses ataupun yang di luar bahasa yang digunakan untuk memahami
hal-hal lain.
Pendidikan
islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran islam
yang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad saw.
2.
Tembang
Kata tembang
merupakan sinonim dari lagu. Lagu adalah syair yang dinyanyikan secara
berirama.[1]
3.
Ilir-ilir
Ilir-ilir
merupakan judul lagu klasik pada masa penyebaran Islam pertama kali oleh Wali
Songo di pulau Jawa (sekitar abad XV).[2]
Dengan
demikian yang dimaksud dengan judul diatas adalah suatu analisis tentang
pemikiran konsep pendidikan Islam menurut Sunan
Kalijaga yang terkandung dalam tembang ilir-ilir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Sunan Kalijaga
Raden Sahid yang kelak dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga adalah
putra tumenggung wilatikta bupati tuban. Selain raden Sahid, ada nama lain
yaitu Syaikh Malaya, Lokajaya, Raden Abdurrahman, Pangeran Tuban, dan Ki Dalang
Sida Brangti. Nama-nama tersebut memiliki kaitan erat sejarah perjalanan hidup
tokoh Wali Songo ini dari sejak bernama Sahid, Lokajaya, hingga Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam
melalui seni dan budaya. Sunan Kalijaga termasyhur sebagai juru dakwah yang
tidak saja piawai mendalang melainkan dikenal pula sebagai pencipta
bentuk-bentuk wayang dan lakon-lakon carangan yang dimasuki ajaran Islam. Melalui
pertunjukkan wayang, Sunan Kalijaga mengajarkan tasawuf kepada masyarakat. Sunan
Kalijaga dikenal sebagai tokoh keramat oleh masyarakat dan dianggap sebagai
wali pelindung Jawa.[3]
Asal usul nama Sunan Kalijaga masih terdapat perbedaan pendapat.
Diantaranya adalah pendapat bahwa Kalijaga berasal dari qodhi zaka yang berarti
hakim suci atau penghulu suci. Pendapat lain menyatakan bahwa Kalijaga berasal
dari kata kali dan jaga. Arti kata kali adalah sungai yang airnya mengalir,
sementara jaga artinya menjaga. Sehingga Sunan Kalijaga berarti Sunan yang
pernah menjaga aliran air sungai.[4]
Sunan Kalijaga termasuk salah seorang Sunan yang paling tenar
dimasyarakat jawa hingga kini. Sejak muda, Sunan Kalijaga telah menampakkan
berbagai kelebihan dengan sifat kecerdasan, terampil, pemberani, berjiwa besar,
dan memiliki tingkat kepedulian terhadap sesama yang tinggi. Ini tampak dalm
kisahnya yang pernah menjadi berandal dengan cara mencegat dan merampas harta
orang kaya demi membantu kaum pribumi yang tertindas sengsara hidupnya.
Saat masih berandal Sunan Kalijaga
memakai nama lokajaya. Kemudian beliau menjadi seorang terhormat ketika bertemu
Sunan Bonang, dan inilah sebagai awal pertobatannya.
Sunan Kalijaga setelah bertaubat dari perbuatannya, pernah berguru
pula kepada Sunan Ampel. Pernah juga diperintahkan agar menuju cirebon untuk
berguru kepada Sunan Gunung Jati. Kemudian dia diperintahkan agar berkhalwat
ditepi sungai, yaitu di suatu daerah yang bernama Kalijaga. Setelah itu kembali
ke Demak, dan oleh dewan Wali Songo diberi sebutan Kalijaga.
Sunan Kalijaga telah tercelup dalam ilmu pengetahuan Islam dari
para gurunya, menjadikannya sebagai seorang terhormat dan berwibawa. Setelah
belajar dari Sunan Bonang, Sunan Ampel, dan Sunan Gunung Jati, beliau menguasai
banyak ilmu pengetahuan seperti, tauhid, syariat, ilmu kanugaran, ilmu
kesenian, dan lainnya. Bahkan beliau ahli pula dalam bidang sastra sehingga
terkenal sebagai pujangga dengan melahirkan syair-syair indah dalam bahasa
jawa.
Sunan Kalijaga menjalani hidup dalam masa yang panjang melintasi
tiga masa kekuasaan, yaitu sejak kerajaan Mojopahit, kerajaan Islam Demak,
hingga kerajaan Panjang. Hampir seluruh hidup Sunan Kalijaga untuk perjuangan
dakwah Islam. Banyak jasa beliau yang masih didapati hingga kini. Diantaranya
adalah pendirian masjid agung Demak dengan soko totalnya, kesenian
wayang kulit beserta gamelannya, serta lagu Ilir-ilir dan Gundul-gundul
pacul.[5]
Tidak jelas kapan Sunan Kalijaga wafat, tetapi secara umum
masyarakat memaklumi bahwa makam Sunan kallijaga berada di desa Kadilangu, Demak. Akan tetapi
ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga dimakamkan di Cirebon.
Kenyataan adanya dua makam bagi Sunan Kalijaga bukanlah merupakan hal yang
mengherankan, karena beberapa tokoh wali yang lain dipercayai oleh masyarakat
mempunyai makam di beberapa tempat.[6]
B.
Gelora dakwah Sunan Kalijaga
Setelah mendapat pelajaran tentang Islam dari Sunan Bonang, Sunan Kalijaga
diperintahkan menuju ke Jawa bagian barat untuk belajar Islam kepada Sunan
Gunung Jati di Cirebon.[7]
Babad Demak menuturkan
bahwa raden Sahid mengawali dakwah di Cirebon, tepatnya di Desa Kalijaga, untuk
mengislamkan penduduk indramayu dan pamanukan.
Setelah lama berdakwah, Raden Sahid kemudian melakukan laku rohani
dengan melakukan uzlah di pulau Upih. Setelah melakukan uzlah selama tiga bulan
lebih sepuluh hari, laku rohani raden Sahid di terima tuhannya dan ia diangkat
menjadi wali dengan gelar Sunan Kalijaga. banyak orang yang menjadi pengikutnya
dan mengabdi kepada tuhan.[8]
Selain kearah barat Demak, Sunan Kalijaga juga berdakwah kearah
selatan menuju daerah Kartasura, Pajang, dan Klaten melalui Salatiga dan Klaten.
Oleh karena berbagai kelebihannya dalam berdakwah tersebut, tidak
mengherankan Sunan Kalijaga termasuk anggota walisongo yang berada dalam
kekuasaan sultan Fattah di kerajaan Islam Demak. Sunan Kalijaga ditugaskan untuk
menggelorakan dakwah di Jawa bagian tengah. Saat itu, kondisi masyarakatnya
masih tenggelam dalam sisa peradaban jahiliah menjelang runtuhnya kerajaan
mojopahit.
Pada saat gelora dakwah Islam dilancarkan oleh para wali, Sunan Kalijaga
tidak ketinggalan untuk bangkit memperjuangkan syiar islam bagi terbentuknya
basis masyarakat Islam. Tantangan terbesar saat itu adalah kehidupan masyarakat
jawa yang masih kuat dipengaruhi kepercayaan, tradisi, budaya, ritual, dan adat
warisan nenek moyang dari agama hindu syiwo dan budho maupun sisa kepercayaan
animisme dan dinamisme.
Strategi dakwah yang dilancarkan adalah tidak menentang tradisi dan
kebiasaan nenek moyang secara frontal dan kekerasan. Akan tetapi melalui
pendekatan yang halus dengan cara memasukkan unsur-unsur ajaran Islam ke alam
pikiran kesadaran masyarakat jawa. Setelah itu, secara perlahan menggeser dikit
demi sedikit ke arah pemurnian Islam.
Sebagaimana para wali lainnya, Sunan Kalijaga berdakwah menyebarkan
ajaran Islam dari satu daerah ke daerah lain. Diantara metodenya adalah melalui
pertunjukan wayang kulit dan gamelannya. Pertunjukan wayang dilakukan dengan
berbagai perubahan untuk disesuaikan dengan ajaran Islam. Tokoh-tokoh wayang
yang masih sarat cerita tentang mahabarata dan ramayana, diramu sedemkiian rupa
agar masyarakat mendapat pengajaran tentang Islam. Perlahan tapi pasti, tidak
sedikit masyarakat Jawa yang kemudian masuk Islam tanpa paksaan.[9]
C.
Makna Tembang Ilir-Ilir
“Lir-ilir, lir ilir, tandure wes sumilir, tak ijo royo-royo, tak
sengguh pengantin anyar”
Makin subur dan tersiarlah agama Islam yang disebarkan oleh para
wali, hijau adalah warna lambang agama Islam yang dianggap bagaikan pengantin
baru, karena agama Islam, ketika itu masih baru dikenal masyarakat jawa.
“Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi”
Istilah bocah angon atau pengembala, pada waktu itu dilambangkan sebagai penguasa yang menggembalakan rakyat.
Para penguasa tanah jawa diajak oleh para wali untuk memperbaiki perilaku
mereka. Bukan hanya formalitas, tetapi juga menekankan pada aktivitas
menjalankan kehidupan asketik, yaitu dilambangkan dengan memanjat pohon
belimbing. Pada umumnya, buah belimbing mempunyai kulit yang mencuat berjumlah
lima, maka dianalogikan dengan rukun Islam yang berjumlah lima.
Achmad Chodjim mengemukakan, kata belimbing dalam tembang lir-ilir
selain diartikan sebagai lambang rukun Islam oleh Sunan Kalijaga, juga
diartikan sebagai pancasila buddhis, yaitu lima sila kemoralan yang
diajarkan dalam agama budha. Kelima sil itu adalah menghindari pembunuhan,
pencurian, perbuatan asusila, kebohongan dan mabuk-mabukan. Lebih lanjut dia
mengungkapkan, pancasila buddhis merupakan ajaran moral yang sudah
dikenal jawa pada waktu itu, serta sebagai dasar kehidupan bagi manusia,
terlebih lagi sebagai muslim. Akan tetapi, ajaran moral itu akan lebih berbobot
apabila yang menjalankannya adalah para penyelenggara negara, karena mereka adalah
panutan bagi semua rakyat.
“Lunyu-lunyu penekno, kanggo mbasuh dodot iro, dodotiro-dodotiro,
kumitir bedah ing pinggir, dondomono jlumatono, kanggo sebo mengko sore”
Walaupun licin (sukar) tapi usahalah untuk menyucikan dodot. Dodot
adalah sejenis pakaian orang-orang terpandang (kaum bangsawan) di zaman itu.
Pakaian menjadi lambang agama, karena bagi orang jawa agama itu sebagai
agemaning aji atau pakaian.
Sunan Kalijaga mengingatkan bahwa agama para raja, adipati dan para
narapraja sudah robek pingirannya (sudah kehilangan bentuk) serta sudah tidak
layak lagi untuk dipegangi, sebagaimana tersirat dalam syair dodot iro
kumitir bedah ing pinggir.
Maka dari itu, agama mereka harus diperbaiki, dalam hal ini yang
diperbaiki adalah akhlak atau budi pekertinya. Agama tanpa perbaikan akhlak,
maka tidak ada artinya. Orang yang perilakunya buruk kemudian memimpin
masyarakat, kecenderungan akan bertindak otoriter.
Dodot diatas harus dijahit agar tampak utuh kembali. Dalam syair
selanjutnya disebutkan “dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore”. Fitrah
beragama atau keinginan untuk selalu hidup beragama itu, perbaikilah dengan
agama Islam guna mempersiapkan diri untuk seba (menghadap) tuhan nanti sore
atau kalau sudah meninggal.
“Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalanane”
Mumpung masih hidup, mumpung masih ada kesempatan utuk bertobat
kepada Allah. Himbauan ini menurut Achmad Chadjim ditujukan kepada para pejabat
pemerintah majapahit, karena kerajaan majapahit saat itu sedang mengalami
krisis, baik krisis ekonomi, maupun krisis moral. Kerusuhan terjadi
dimana-mana, korupsi dikalangan pejabat merajalela, sehingga agama yang tumbuh
di masa majapahit kehilangan pamornya, pudar cahayanya, dan semaraknya juga
runtuh.
Ungkapan “mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane” jika
benar-benar dicermati, bukan hanya ditujukan kepada para pejabat saja, akan
tetapi jug aditujukan kepada setiap manusia unuk senantiasa memanfaatkan waktu
dan kesempatan di dunia untuk digunakan sebaik-baiknya, dalam rangka
mengabdikan diri kepada Allah untuk mencari kebahagiaan dunia akhirat.
“Yuk surak’o surak iro”
Bergembiralah, semoga mendapat anugrah dari tuhan. Menurut Suwardi
Edraswara, ungkapan terakhir ini merupakan kebahagiaan yang ditujukan seseorang
yang senantiasa berbuat baik (beramal
soleh) di dunia, karena pada dasarnya, di akhirat akan mendapat balasan amal
yang setimpal.
Dari berbagai uraian tentang makna tembang Ilir-Ilir diatas
sangatlah jelas dan lugas, pada dasarnya tembang Ilir-Ilir merupakan
tembang yang memberikan inspirasi bagi umat manusia sebagai hamba Allah yang
mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, orang lan dan lingkungan
sekitar.
Disamping itu, tembang ini juga memberikan motivasi kepada umat
manusia untuk senantiasa berbuat baik, karena pada dasarnya amal perbuatan
manusia di dunia akan dimintai pertanggung jawaban di akirat dan mendapatkan
balasan yang setimpal.[10]
D.
Konsep Pendidikan Islam dalam Tembang Ilir-Ilir
1.
Tujuan
Pendidikan Islam
Salah satu
tujuan pendidikan Islam ialah menciptakan manusia yang mampu memberikan
perimbangan antara khidupan akhirat (dengan beribadah) dan mampu pula menjadi
khalifah di muka bumi (dengan memanfaatkan seluas-luasnya karunia Allah untuk
kehidupan dunia. Perimbangan antara dunia dan akhirat tersebut, tergambar dalam
baris syair lir-ilir lir-ilir tandure wes sumilir.
Tujuan
pendidikan Islam yang lain adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.
Tujuan terbentuknya manusia yang berakhlak mulia tergambar dalam baris syair dodotira
dodotira kumitir bedah ing pinggir, dondomono jlumatono kanggo sebo mengko
sore.
2.
Pendidik dalam Pendidikan Islam.
Konsep
pendidik dengan lima kompetensi; kompetensi pedagogik, kompetensi profesional,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi kepemimpinan
(leadership) tergambar jelas dalam tembang Ilir-ilir.
Baris syair,
cah angon-cah angon, penekna blimbing kui, lunyu-lunyu penekna, kanggo
mbasuh dodot iro. Baris syair Lir-ilir lir-ilir, menggambarkan
seorang pendidik yang harus senantia sadar akan kedudukannya sebagai pendidik,
dan sebagai tenaga profesional. Baris syair dondomana jlumatana, menggambarkan
sosok pendidik yang memilki etos kerja yang tinggi, sabar, dan cermat merupakan
pelukisan sosok pendidik yang memiliki kompetensi kepribadian yang baik.
Sosok cah
angon, yang gemar introspeksi diri dan peduli terhadap lingkungannya yang
senantiasa bersikap inklusif, tidak diskriminatif terhadap jenis kelamin, suku,
agama, latar belakang keluarga dan lain sebagainya, merupakan representasi
sosok pendidik yang mempunyai komptensi sosial. Sedangkan profesi cah angon
(penggembala) merupakan representasi sosok pendidik yang memiliki kompetensi
kepemimpinan. Ia sangat paham bagaimana menggembalakan (mengelola dan memimpin)
ternaknya, memperhatikan, mengarahkan, serta merencanakan kapan gembala harus
masuk dan keluar dari kandangnya.
3.
Materi / Isi Pendidikan Islam.
Materi / isi pendidikan Islam dalam
tembang Lir-ilir ada dua; meteri religius dan materi akhlak. Dalam baris
syair, Lir-ilir lir-ilir tandure wes sumilir, yang memproyeksikan sisi
religiusitas dengan mengajak masyarakat tidak hanya sibuk dengan urusan dunia,
tetapi juga memperhatian urusan ibadah dan keakhiratan. Selain itu baris syair dondomono
jlumatono, kanggo sebo menggo sore, juga sangat kental mempresentasikan sisi
religiusnya. Sementara materi akhlak ditunjukkan pada baris syair lunyu-lunyu
penekna kanggo mbasuh dodot ira.
4.
Metode Pendidikan Islam.
Metode pendidikan Islam dalam
tembang Lir-ilir meliputi metode keteladanan, metode perumpamaan dan
metode praktik. Metode keteladanan dipresentasikan oleh sosok cah angon.
Metode perumpamaan terdapat penggunaan istilah dodot untuk menggambarkan
akhlak, belimbing yang bergerigi lima untuk menggambarkan rukun Islam, dan
seterusnya. Metode praktik terdapat dalam baris syair, dondomono jlumatono.[11]
5.
Nilai Pendidikan Karakter
Pada lirik-lirik tembang Ilir-Ilir
tidak hanya sebatas tembang atau lagu yang hanya dinyanyikan saja melainkan
mengandung makna dan nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan
karakter tersebut terdiri dalam 18 pilar karakter yaitu nilai religius,
disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
menghargai prestasi, cinta damai, peduli sosial, dan tanggung jawab.[12]
BAB III
ANALISIS
Dari
pembahasan diatas, dapat di analisis bahwa Sunan Kalijaga merupakan salah satu
wali songo yang berdakwah dan menyebarkan agama islam di tanah Jawa. Ia
merupakan salah satu tokoh agama sekaligus seorang pendidik yang mampu
menyampaikan agama islam dengan cara memasukkan unsur-unsur ajaran islam ke
dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Salah satu metode yang ia gunakan untuk
menyebarkan agama islam adalah melalui tembang ilir-ilir.
Didalam
tembang ilir-ilir ini syarat akan makna konsep pendidikan islam diantaranya
adalah tujuan pendidikan agama islam, pendidik dalam pendidikan islam, materi
dan metode pendidikan Islam serta pendidikan karakter.
Konsep pendidikan Islam yang terdapat dalam tembang
Ilir-ilir masih relevan dengan dunia pendidikan saat ini, hal ini dapat kita
lihat diantaranya:
1.
Pendidikan Islam berorientasi pada
proses dan penekanan materi praktek dalam dunia pendidikan yang digambarkan
dalam baris syair lir-ilir, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu
penekno kanggo mbasuh dodotiro, dan baris syair dondomono jlumatono.hal
ini juga diterapkan dalam pendidikan sekarang, sebagai contoh adalah adanya kurikulum
2013 yang hanya menilai aspek kognitif tapi juga afektif dan psikomotoriknya.
2.
Pendidikan
Islam yang berbasis kearifan lokal, salah satunya adalah mengubah dan membuat
lagu-lagu jawa dan memadukannya dengan ajaran Islam. Hal inilah yang seharusnya
di contoh pendidikan islam saat ini. pendidikan tidak membuang budaya yang ada,
tapi melestarikannya dan memadukannya dengan ajaran Islam.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas mengenai
konsep pendidikan islam menurut sunan kalijaga dalam tembang Ilir-ilir, dapat
diambil kesimpulan bahwa tembang Ilir-ilir merupakan sebuah karya sastra yang
berisi simbol-simbol verbal, yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang dipakai
sebagai media pendidikan sekaligus sebagai media dakwah pada masa itu.
Sunan Kalijaga menciptakan dan
menggunakan tembang ilir-ilir, karena hal ini bagian dari cara
penyebaran agama islam melalui adat istiadat dan budaya.
Dalam tembang ilir-ilir secara
implisit memuat konsep pendidikan Islam yaitu tentang tujuan pendidikan islam,
pendidik dalam pendidikan islam, materi pendidikan islam, metode pendidikan
islam dan nilai pendidikan karakter.
Dari kemampuan Sunan Kalijaga yang
mampu memasukkan konsep pendidikan islam dalam sebuah tembang dan kesenian
inilah islam dapat berkembang di tanah Jawa pada khususnya bahkan sampai ke
seluruh Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Rachmad.2015. Wali Songo Gelora Dakwah Dan Jihad Di Tanah Jawa (1404-1482). Solo:
Al-Wafi.
Daryanto.1998. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya:
Apollo.
Minarsih. 2007.
Skripsi. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tembang Ilir-Ilir (Telaah
Terhadap Pemikiran Sunan Kalijaga). Pekalongan: Jurusan Tarbiyah STAIN
Pekalongan.
Muhammad
Irsad.2015. Skripsi. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Sunan
Kalijaga Serta Kontribusinya Terhadap Pengembangan Pendidikan. Yogyakarta:
Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga.
Ridin Sofwan,
Wasit, Mundiri.2000. Islamisasi di Jawa.Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Siti Nurjannah.
Artikel. Pendidikan Karakter Dalam Tembang Dolanan “Lir-Ilir”, Http://Lsp.Fkip.Uns.Ac.Id/Pendidikan-Karakter-Dalam-Tembang-Dolanan-Lir-Ilir/, diakses tanggal 20 April 2016.
Sunyoto, Agus.2012. Atlas Wali Songo. Depok: Pustaka Iman.
W.J.S.
Poewadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakrta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar