MAKALAH
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
MASA DEWASA DAN LANSIA
Disusun untuk memenuhi tugas:
Mata kuliah :
Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Ahmad Idhoh
Anas
Oleh:
Naili
Nikmah 2021113153
Kelas : C PAI
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN )
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk
eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik
secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena
pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.
Selanjutnya manusia juga disebut makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya,
karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan
dari luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan
pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam
membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan dengan
kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya.
Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan
berdampak negative bagi perkembangan manusia.
Perkembangan yang negative tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan
tingkah laku yang menyimpang. Bentuk dan tingkah laku menyimpang ini terihat
dalam kaitannya dengan kegagalannya manusia untuk memenuhi kebutuhan, baik
bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam mempelajari
perkembangan jiwa keagamaan perlu dilihat terlebih dahulu
kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab pemenuhan kebutuhan yang
kurang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani akan menyebabkan timbulnya
ketimpangan dalam perkembangan.
Para ahli psikologi perkembangan membagi-bagi perkembangan manusia
berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara
garis besarnya periode perkembangan itu dibagi menjadi: 1) masa prenatal; 2)
masa bayi; 3) masa kanak-kanak; 4) masa pra pubertas; 5) masa pubertas; 6) masa
dewasa; 7) masa usia lanjut, yang pada setiap tahap perkembangannya memiliki
ciri-ciri tersendiri termasuk perkembangan jiwa keagamaan.
Sehubungan
dengan kebutuhan manusia dari periode perkembangan tersebut, maka dalam kaitanyna dengan perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh
timbal balik antara keduanya. Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan akan
dilihat dari tingkat usia.
Dalam makalah ini penulis akan membahas perkembangan psikologi agama pada
masa dewasa dan
masa lansia (usia lanjut).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pembagian
perkembangan psikologi agama masa dewasa dan ciri-cirinya?
2. Bagaimana pembagian perkembangan
psikologi agama masa usia lanjut dan ciri-cirinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembagian
Perkembangan Masa Dewasa
Pembagian perkembangan masa dewasa ada 3, yaitu:
1. Dewasa Awal
Dewasa
Awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang dianggap kritikal selepas alam
remaja yang berumur dua puluhan (20-an) sampai tiga puluhan (30 an).[1]
Menurut erikson masa dewasa muda merupakan pengalaman menggali keintiman
(intimacy), kemampuan untuk membaurkan anda dengan identitas orang lain tanpa
takut bahwa anda akan kehilangan sesuatu dari diri anda. Lawan dari identitas
adalah isolasi, yaitu mempertahankan jarak antara diri sendiri dan orang lain.
Keseimbangan antara keintimitas dengan isolasi adalah belajar melepaskan diri
dari hubungan dengan orang lain dan tetap mempertahankan identitas diri.[2]
2. Dewasa Madya
Masa
Dewasa Madya adalah masa peralihan dewasa yang berawal dari masa dewasa muda
yang berusia 40- 65 tahun. Pada masa dewasa ini, merupakan masa produktivitas
maksimum. Pada masa ini kekuatan watak yang muncul, perhatian dan tanggung
jawab yang menghargai siap yang membutuhkan perlindungan dan perhatian. Dalam
istilah religius, kesia-siaan dihindari dengan melestarikan fungsinya yang
bertanggung jawab dalam mengabdikan hidup dan kebudayaan yang menjadi maksud
tuhan.
3. Dewasa Akhir
Masa
dewasa akhir merupakan masa kematangan. Masalah sentral pada masa ini adalah
menemukan kepuasan bahwa hidup yang dijalaninya merupakan penemuan dan
penyelesaian pada masa tua.
Masa
dewasa akhir disebut juga masa usia lanjut. Menurut H. Carl witherington,
pemilihan terhadap kehidupan mendapat pehatian yang tegas. Mereka muali
berpikir pada tanggung jawab sosial, moral, ekonomi, dan keagamaan, serta telah
memiliki kepribadian yang stabil. Pada masa dewasa, seseorang telah memiliki
tangggung jawab terhadap sistem yang dipilihnya, baik sistem nilai yang
bersumber pada ajaran-ajaran agama maupun yang bersumber pada norma-norma lain
dalam kehidupan. Dengan demikian, sikap keagamaan seseorang diusia dewasa sulit
dirubah.
Kesadaran
agama pada usia dewasa merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang untuk
mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan dan penyesuaian diri terhadap
rangsangan yang datang dari luar. Sedang motivasi beragama pada orang dewasa
didasarkan pada penalaran yang logis, sehingga ia akan mempertimbangkan
sepenuhnya menurut logika. Sama dengan motivasi agama, ekspresi beragama pada
masa dewasa sudah menjadi hal yang tetap. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempercayai
agama, ia akan tetap kukuh pada sikapnya.
B. Ciri-Ciri Sikap Keberagamaan Pada
Masa Dewasa
Sejalan
dengan tingkat perkembangan usianya, sikap keberagaaman pada orang dewasa
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Menerima kebenaran agama berdasarkan
pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.
Cenderung bersifat realis, sehingga
norma-norma agama lebih bnayak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.
Bersikap positif terhadap ajaran dan
norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan mmeperdalam pemahaman
keagamaan.
4.
Tingkat keagamaan beragama
didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan
merupakan realisasi dari sikap hidup
5.
Bersikap lebih terbuka dan wawasan
yang lebih luas
6.
Bersikap lebih kritis terhadap
materi agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan
pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.
Sikap keberagamaan cenderung
mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya
pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama
yang diyakininya.
8.
Terlihat adanya hubungan antara
sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap
kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.[3]
C. Masa Tua (Lanjut Usia)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini
dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan
adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama
lain.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun
(1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
a.
Kelompok lansia dini
(55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b.
Kelompok lansia (65
tahun ke atas).
c.
Kelompok lansia resiko
tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun
Menurut William
James, usia keagamaan luar biasa justru tampak pada usia lanjut ketika gejolak
kehidupan seksual telah berakhir. Pendapat tersebut diatas sejalan dengan
realitas yang ada dalam kehidupan manusia usia lanjut yang semakin tekun
beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal hidup akhirat. [4]
D. Ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut
Sejalan
dengan tingkat perkembagan usianya, maka sikap keberagamaan pada masa usia
lanjut adalah:
1.
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut
sudah mencapai tingkat kemantapan
2.
Meningkatnya kecenderungan untuk
menerima pendapat keagamaan
3.
Mulai muncul pengakuan terhadap
realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh
4.
Sikap keagamaan cenderung mengarah
kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur
5.
Timbul rasa takut kepada kematian
yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya
6.
Perasaan takut pada kematian ini
berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaaan
terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).
E. Kematangan Beragama
Berbicara
tentang kematangan beragama akan terkait erat dengan kematangan usia manusia.
Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan
kesadaran dan keyakinan yang teguh karena manganggap benar akan agama yang
dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.
Dalam menuju
kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan
beragam juga merupakan suatu perkembangan individu, hal ini memerlukan waktu,
sebab perkembangan kepada kematangan beragam tidak terjadi secara tiba-tiba.
Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan :
1.
Faktor Diri Sendiri
Faktor diri sendiri terbagi menjadi
dua yaitu kapasitas dan pengalaman. Kapasitas ini beruapa pengalaman
ilmiah(rasio) dalam menerima ajaranajaran ituterlihat perbedaanya antara
seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Sedangkan faktor
pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan
senakain mantap dan stabil dalam mengerjakan aktivitas keagamaan.
2.
Faktor Luar
Yang dimaksud faktor luar adalah
beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan
untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari
apa yang telah ada.
Berkaitan dengan keagamaan, william starbuck mengemukakan dua faktor yang
mempengaruhi sikap keberagamaan seseorang, yaitu:
1.
Faktor Intern
Faktor
intern terdiri dari : tempramen, gangguan jiwa, konflik dan keraguan serta jauh
dari tuhan.
2.
Faktor Ekstern
Faktor
ekstern yang mempengaruhi sikap keberagamaan secara mendadak adalah: musibah
dan kejahatan.
BAB III
PENUTUP
Makhluk
hidup mempunyai fase dimana manusia yang paling besar adalah fase manusia
dewasa awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang dianggap kritikal
selepas alam remaja yang berumur dua
puluhan (20-an) sampai tiga puluhan (30 an). Ia dianggap kritikal karena
disebabkan pada masa ini manusia berada pada tahap awal pembentukan karir dan
keluarga. Pada peringkat ini, seseorang perlu membuat pilihan yang tepat demi
menjamin masa depannya terhadap pekerjaan dan keluarga. Pada masa ini juga
seseorang akan menghadapi dilema antara pekerjaan dan keluarga. Berbagai
masalah mulai timbul terutama dalam perkembangan karir dan juga hubungan dalam
keluarga.
Usia lanjut adalah
periode penutup dalam r entang hidup seseorang.
Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang
ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang
semakin menurun. Proses menua (lansia)
adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Berbicara
tentang kematangan beragama akan terkait erat dengan kematangan usia manusia.
Apabila telah sampai pada suatu tingkat kedewasaan, maka akan ditandai dengan
kematangan jasmani dan rohani. Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam
beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena
manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock,
Elizabeth B Elizabeth B. Psikologi
Perkembangan. 1980.Jakarta:Gelora Aksara Pratama.
Sururin.
Ilmu Jiwa Agama.2004.Jakarta:Raja
Grafindo Persada.
Jalaludin.Psikologi Agama.2010.Jakarta:Raja
Grafindo Pustaka.
lukemenhakimon@gmail.com/facebook.diakses pada tanggal 20 September 2014.
izin copast ya He . . .
BalasHapus