Rabu, 25 November 2015

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TENTANG KEPRIBADIAN MUSLIM



PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TENTANG KEPRIBADIAN MUSLIM

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah                    : Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu            : Mutho’in M.A


Disusun oleh :
                               Reizka Efrilia Sanam                  (2021113053)
                               Naili Nikmah                                (2021113153)
                               Inayatul Utfiyah                          (2021113266)
                               Taufik                                           (2021114281)

Kelas: C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Orang islam belum tentu berkepribadian muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt.
Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu, standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
Oleh karena permasalah di atas, dalam makalah ini akan membahas mengenai pembentukan kepribadian muslim.

B.       Rumusan Masalah
a.      Apa yang dimaksud dengan Kepribadian Muslim?
b.      Bagaimana cara pembentukan Kepribadian Muslim?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kepribadian Muslim
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari personality (bahasa Inggris), sedangkan dalam bahasa latin kepribadian disebut dengan persona yang mempunyai arti kedok atau topeng, yang berarti tutup muka yang biasa dipakai oleh pemain-pemain panggung untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang.
Menurut Fillmore H. Sandford, kepribadian (personality-bahasa Inggris, syakhsihiah-bahasa Arab) adalah susunan yang unik dari sifat-sifat seseorang yang berlangsung lama. sementara itu, menurut Allport kepribadian adalah susunan yang dinamis di dalam sistem psikofisik (jasmani-rohani) seseorang (individu) yang menentukan perilaku dan pikiran yang berciri khusus. kedua pengertian ini memberikan gambaran bahwa setiap orang mempunyai perilaku lahiriah dan ruhaniah yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. kepribadian bisa terbentuk melalui perpaduan antara faktor dasar (fitrah) dan ajar (lingkungan atau pendidikan) yang dialami oleh manusia, dan hal itu akan memberikan corak khusus pada kepribadian muslim.[1]
Ada tiga kata yang sering digunakan dalam penyebutan yang sama dan mempunyai kedekatan makna seperti karakter, temperamen, dan kepribadian. Karakter lebih mengarah kepada tabiat-tabiat yang benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diakui. Temperamen diartikan sebagai segi kepribadian yang erat hubungannya dengan perimbangan zat-zat cair yang ada dalam tubuh, misalnya pemurung, gembira atau lainnya. Sedangkan kepribadian adalah suatu perwujudan keseluruhan kepribadian manusia yang unik, lahir batin dan antar hubungannya dengan kehidupan sosial dan individu. Kepribadian juga diartikan sebagai dinamisasi dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.[2]
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa kepribadian itu adalah hasil dari suatu proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena proses yang dialami oleh tiap orang itu berbeda-beda, maka kepibadian tiap-tiap individu pun berbeda-beda.[3]
Kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaan menunjukkan pengabdian diri kepada Tuhan penyerahan diri kepada-Nya.[4] Konsepsi islam tentang bagaimana wujud kepribadian muslim adalah identik dengan aspek-aspek kepribadian manusia seutuhnya.
Menurut Syaikh M. Jamaludin Mahfuzh ada tiga hal yang menjadi karakteristik seseorang bisa dikatakan sebagai orang yang memiliki kepribadian muslim, yaitu:
1.      Menyerahkan diri kepada Allah
Membentuk pribadi yang islami harus atas dasar kesadaran menyerahkan diri kepada Allah.
2.      Kebebasan dan kemuliaan manusia
Pribadi seorang muslim harus melepaskan diri dari pengabdian kepada selain Allah. Sehingga is benar-benar bisa terbebas dari kegelisahan, ketakutan, dan perasaan apa saja yang dapat memperlemah dan melecehkan kemuliaan insan.
3.      Membebaskan pribadi muslim dari faktor-faktor ketakutan
Mengatasi rasa takut dengan pendekatan aspek akidah (tauhid). Ia ditanamkan akidah atau keyakinan ke hati setiap muslim bahwa yang menguasai segenap kekuasaan hanyalah Allah semata.[5]
Kepribadian seseorang itu dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor pembawaan, yaitu potensi yang dibawa sejak lahir, baik dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Kedua, faktor lingkungan, yaitu segala sesuatu diluar potensi yang dibawa sejak lahir.
Selain faktor diatas, perbedaan kepribadian seseorang juga terdapat pada kualitas aspek kepribadian seseorang. Adapun aspek-aspek kepribadian seseorang dapat dilihat berikut ini:
1.      Aspek jasmaniah, meliputi: tingkah laku luar, yang mudah nampak dan ketahuan dari luar. Seperti: cara-cara berbuat, berbicara dan lain sebagainya.
2.      Aspek-aspek kejiwaan, meliputi: aspek-aspek yang tidak segera dapat dilihat dan ketahuan dari luar, seperti cara berfikir, sikap dan minat.
3.      Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi: aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, meliputi sistem nilai yang telah meresap dalam kepribadian dan menjadi ciri bagi kualitas keseluruhan individu.
B. Proses Pembentukan Kepribadian
Kepribadian tidak dapat dibentuk hanya dalam waktu sekejap, tetapi memerlukan proses dalam waktu yang relative panjang dan berangsur-angsur. Proses pembentukan kepribadian dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.    Proses Pembiasaan
Pembentukan (habituasi) ini dilakukan untuk melatih keterampilan aspek-aspek jasmaniah yang berkaitan dengan kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu,misalnya pembiasaan shalat lima waktu yang dapat dikontrol, baik gerakan-gerakan maupun bacaan-bacaan yang dilakukan.
Alat-alat yang perlukan dalam pembiasaan meliputi:
a.         Alat-alat langsung, yaitu alat-alat yang segaris dansearah dengan maksud pembentukan, misalnya: teladan, anjuran, perintah, latihan-latihan dan lain sebagainya.
b.         Alat-alat tidak langsung, yaitu bersifat memncegah dan menekan (represi) hal-hal yang akan merugikan maksud pembentukan, misalnya: koreksi dan pengawasan, larangan-larangan, hukuman, dan lain sebagainya.
2.    Pembentukan Pengertian,Sikap, dan Minat
Pemberian pengertian, sikap, dan minat merupakan kelanjutan dari pembiasaan dan sebagian sudah dikenalkan pada tahap pertama, yaitu tahap pembiasaan. Dengan pembentukan pengertian, apa yang sudah biasa dikerjakan dapat dipahami oleh si anak.
Dengan pembentukan pengertian sikap dan minat akan diperoleh hal-hal berikut:
a.         Pengertian-pengertian tentang pokok-pokok pembinaan dalam amalan jiwa serta sangkut pautnya dengan amalan jasmaniah. Pengertian ini meliputi pula nilai-nilai kesusilaan, tentang apa yang baik dan yang jahat.
b.         Kecintaan kepada kebaikandan kebencian terhadap kejahatan.
c.         Rasa berkepentingan dalam soal-soal pelaksanaan kebaikan dan memperbesar minat kepada hal-hal yang baik,dan selanjutnya minat itu dapat mendorong pelaksanaan yang telah dipahami.
Alat-alat yang dipakai dalam tahap ini adalah:
a.         Pembentukan formil yaitu pembentukan yang dilaksanakan dengan latihan-latihan cara berfikir yang baik, penanaman minat yang kuat dan sikap (pendirian yang tepat).
b.         Pembentukan materi yaitu pembentukan yang berkenaan dengan ilmu pengetahua. Misalnya, ilmu-ilmu duniawi, ilmu-ilmu kesusilaan, ilmu-ilmu keagamaan dan lain-lainnya.
c.         Pembentukan intensiil yaitu pembentukan yang berupa pengarahan, wadah yang telah berisi digerakkan kearah tertentu.
3.    Pembentukan Keruhanian yang Luhur
Pembentukan keruhanian yang luhur dilakukan dengan menggunakan tenaga budhi dan tenaga-tenaga kejiawaan yang lain sebagai tambahan. Dengan pembentukan keruhanian yang luhur, akan dihasilkan kesadaran dan pengertian yang mendalam. Dengan pembentukan ini segala yang ada dipikiran seseorang,yang dipilih dan diputuskannya, serta yang dilakukannya, adalah berdasarkan keinsyafan sendiri dan dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Masa yang tepat dalam pembentukan ini adalah masa dewasa sampai pada masa kesempurnaan.[6]
Selain itu, proses pembentukan kepribadian muslim dapat pula dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dan pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah.
1.      Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu
Dalam pembentukan kepribadian muslim sebagai individu pembentukan diarahkan pada peningkatan dan pengembangan faktor bawaan dan faktor pendidikan yang berpedoman pada nilai-nilai islam. Faktor bawaan dikembangkan melalui bimbingan dan pembiasaan berfikir, bersikap dan tingkah laku menurut norma-norma islam. Sedangkan faktor pendidikan dilakukan dengan cara mempengaruhi individu dengan menggunakan usaha membentuk kondisi yang mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan norma-norma islam seperti contoh, teladan dan lingkungan yang serasi.
2.      Pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah.
Kepribadian muslim sebagai ummah adalah merupakan komunitas muslim yang memiliki pandangan hidup sama, walaupun masing-masing mempunyai faktor bawaan yang berbeda. Persamaan pandangan hidup diyakini akan membantu usaha membina hubungan yang baik serasi antar sesama anggota keluarga, masyarakat, bangsa, maupun antar sesama manusia sebagai ummah.
Proses pembentukan kepribadian muslim secara ummah dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pergaulan sosial, pergaulan dalam negara, dan pergaulan antar negara.[7]























BAB III
PENUTUP

Kepribadian muslim adalah kepribadian seseorang yang sesuai dengan tuntunan ajaran agama islam. Kepribadian muslim adalah kepribadian yang patuh dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaan menunjukkan pengabdian diri kepada Tuhan penyerahan diri kepada-Nya.
Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor pembawaan yaitu potensi yang dibawa sejak lahir baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Kedua, faktor lingkungan yaitu segala sesuatu diluaar potensi yang dibawa sejak lahir.
Proses pembentukan kepribadian dilakukan dengan 3 tahapan yaitu proses pembiasan, pembentukan pengertian, sikap dan minat serta pementukan keruhanian yang luhur.
Selain itu, proses pembentukan kepribadian muslim dapat pula dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dan pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah.







DAFTAR PUSTAKA

Abd. Haris dan Kivah Aha Putra.2012.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Amzah.
Khobir, Abdul.2007.Filsafat Pendidikan Islam.Yogyakarta: Gama Media Offset.
Zuhairini.2012.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Bumi Aksara.
D. Marimba, Ahmad.1962.Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.Bandung: PT Al-Ma’arif.



[1]Abd. Haris dan Kivah AhaPutra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 98-99
[2]Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media Offset, 2007), hlm. 129-130.
[3] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara,2012), hlm. 187
[4] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1962), hlm 68.
[5] Abdul Khobir, Op.Cit, hlm. 131
[6] Abd Haris dan Kivah Aha Putra, Op. Cit, hlm. 100-109
[7] Abdul Khobir,Op.Cit, hlm. 134-136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar